Alat Musik Angklung: Jenis, Fungsi, dan Cara Memainkannya
Angklung merupakan salah satu alat musik yang terkenal di berbagai kalangan, bahkan popularitasnya kini diakui hingga mancanegara. Alat musik angklung yang berasal dari Jawa Barat ini terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara digoyangkan.
Angklung terdiri dari dua hingga empat tabung bambu yang digantung dalam bingkai bambu pula. Keduanya diikat dengan tali rotan, lalu dipangkas atau dipotong sampai menghasilkan nada tertentu.
Angklung biasa dimainkan dalam barisan untuk dimainkan secara solo sehingga tiap pemain bertanggung jawab untuk membunyikan satu nada dalam suatu pola atau melodi.
Berikut jenis, fungsi, dan cara memainkan angklung yang dirangkum dari buku 71 Keajaiban Indonesia yang Wajib Diketahui oleh Sugeng H. R. dan sumber lainnya.
Jenis-Jenis Alat Musik Angklung
Sebagai salah satu alat musik tradisional, angklung memiliki berbagai jenis tipe yang tersebar di seluruh Indonesia. Berikut jenis-jenisnya.
1. Angklung gubrag
Saat mendengar namanya, pasti kamu akan teringat bunyi benda jatuh. Angklung jenis ini ialah salah satu yang tertua dan dapat kamu temukan di Kampung Cipining, Cigudeg, Bogor.
Pada zaman dahulu, angklung ini digunakan untuk menghormati Dewi Padi dalam kegiatan menanam padi, mengangkut padi, serta menaruhnya ke lumbung.
2. Angklung badeng
Selanjutnya adalah angklung badeng yang merupakan jenis kesenian musikal. Jika kamu ingin mencari angklung ini, kamu harus mencarinya di sekitar daerah Sanding, Malangbong, Garut.
Beberapa lagu yang dimainkan dengan angklung badeng ialah Solaloh, Lilimbungan, Yautike, Ya’ti, Lailahaileloh, dan Kasreng.
3. Angklung padaeng
Angklung padaeng biasa digunakan untuk memainkan lagu-lagu tradisional dan internasional hingga dikenal hingga mancanegara.
4. Angklung kanekas
Kanekas biasa dimainkan dengan saat menanam pagi, di waktu terang bulan dengan iringan lagu tertentu.
Fungsi Alat Musik Angklung
Jika dilihat berdasarkan sejarah, alat musik angklung sudah ada sejak zaman dulu. Kala itu, angklung sering digunakan pada ritual keagamaan.
Secara resmi, angklung tercatat mulai digunakan sekitar abad ke-12 hingga ke-16 dan dimainkan untuk pemujaan terhadap seorang Dewi Padi, yaitu Nyai Sri Pohaci.
Tidak jauh berbeda dengan zaman dulu, saat ini angklung masih digunakan untuk pengiring lagu dalam pementasan seni yang diselenggarakan di sekolah ataupun lembaga tertentu.
Cara Memainkan Angklung
Cara memainkan alat musik ini terbagi menjadi dua, yaitu digoyang atau short hit yang dalam Bahasa Sunda disebut sebagai “centok”.
Prinsip ini pun hampir mirip dengan cara memainkan alat musik lain, yaitu biola. Untuk lebih lengkapnya, berikut teknik dalam memainkan angklung.
1. Teknik cetok/sentak
Cetok atau sentak merupakan teknik menarik tabung dasar menggunakan jari ke telapak tangan dengan cepat, hingga akhirnya menghasilkan bunyi sebanyak satu kali.
2. Teknik getar/kurulung
Selanjutnya ialah teknik getar atau kurulung yang paling umum digunakan dalam memainkan angklung. Pertama, gunakan satu tangan untuk memegang rangka angklung sementara tangan lainnya menggoyangkan alat musik tersebut.
Kemudian, angklung digoyangkan sesuai nada yang dikehendaki sampai tabungnya saling beradu satu sama lain.
3. Teknik tangkep
Tidak jauh berbeda dari teknik sebelumnya, teknik tangkep ini menahan satu tabung dengan jari. Hal ini bertujuan agar tabung tersebut tidak terlalu bergetar.
Angklung adalah alat musik bernada ganda yang telah dikenal sejak abad ke 11. Nama angklung sendiri berasal dari Bahasa Sunda yaitu “angkleung-angkleungan”. Angklung terdiri dari dua suku kata yaitu angka yang berarti nada dan lung yang berarti pecah. Alat musik ini terbuat dari bambu yang dibunyikan dengan cara digoyangkan. Bunyi tersebut dihasilkan oleh benturan badan pipa bambu sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, balk besar maupun kecil.
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awl wulung) dan bambu putih (awl temen). Tiap nada (faros) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung. Pada waktu itu pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak-anak.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kernudian melahirkan struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian angklung yang berkaitan dengan upacara padi. Kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya. Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana. Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.
Memainkan sebuah angklung sangat mudah. Seseorang tinggal memegang rangkanya pada salah satu tangan (biasanya tangan kiri) sehingga angklung tergantung bebas, sementara tangan lainnya (biasanya tangan kanan) menggoyangnya hingga berbunyi. Dalam hal ini, ada tiga teknik dasar menggoyang angklung.
Kurulung (getar), merupakan teknik paling umum dipakai, dimana tangan kanan memegang tabung dasar dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama nada ingin dimainkan.
Centok (sentak), adalah teknik dimana tabung dasar ditarik dengan cepat oleh jari ke telapak tangan kanan, sehingga angklung akan berbunyi sekali saja (stacato).
Tengkep, mirip seperti kurulung namun salah satu tabung ditahan tidak ikut bergetar. Pada angklung melodi, teknik ini menyebabkan angklung mengeluarkan nada murni (satu nada melodi saja, tidak dua seperti biasanya). Sementara itu pada angklung akompanimen mayor, teknik ini digunakan untuk memainkan akord mayor (3 nada), sebab bila tidak ditengkep yang termainkan adalah akord dominan septim (4 nada).
Sementara itu untuk memainkan satu unit angklung guna membawakan suatu lagu, akan diperlukan banyak pemusik yang dipimpin oleh seorang konduktor. Pada setiap pemusik akan dibagikan satu hingga empat angklung dengan nada berbeda-beda. Kemudian sang konduktor akan menyiapkan partitur lagu, dengan tulisan untaian nada-nada yang harus dimainkan. Konduktor akan memberi aba-aba, dan masing-masing pemusik harus memainkan angklungnya dengan tepat sesuai nada dan lama ketukan yang diminta konduktor. Dalam memainkan lagu ini para pemain juga harus memperhatikan teknik sinambung, yaitu nada yang sedang berbunyi hanya boleh dihentikan segera setelah nada berikutnya mulai berbunyi.
Baca Juga : https://www.manzanitakids.com/pengertian-musik-tradisional/